“Kenapa
Pemerintah Indonesia harus berkomitmen untuk mengurangi emisi 26% pada
tahun 2010, sedang kita tidak punya kewajiban untuk menurunkan emisi
serta apa usaha Indonesia terkait hal tersebut?”. Pertanyaan menggelitik
tersebut dilontarkan oleh salah satu perserta alih teknologi
“Perhitungan Karbon Hutan” yang dilaksanakan pada Selasa, 29 Mei 2012 di
Gedung Konservasi, LIPI, Kebun Raya Bogor.
Acara
Alih teknologi ini masih dalam rangkaian partisipasi Puspijak dalam HJB
Bogor ke-530, dihadiri oleh 70 peserta terdiri dari pelajar, guru,
mahasiswa dan dosen. Acara dibuka oleh Kepala Puspijak, Dr. Kirsfianti
L. Ginoga yang menyampaikan bahwa “ Alih Teknologi ini merupakan salah
satu wujud diseminasi dari Puspijak sebagai lembaga Litbang yang
mempunyai kewajiban menyampaikan hasil riset kepada user secara luas.
Lanjutnya” Dan hari ini altek dikhususkan untuk generasi muda karena
merupakan komponen bangsa yang penting” Sebelumnya Ketua HJB ke-530,
Bapak Arif M. Budiharto menyampaikan pentingnya generasi muda memahami
mengenai fakta-fakta perubahan iklim sehingga dapat mengetahui betapa
penting peran hutan sebagai penyerap dan penyimpan karbon. Dalam
penjelasan lebih lanjut beliau menyampaikan”, Alih teknologi ini penting
karena peserta akan mengetahui bagaimana cara menghitung cadangan
karbon, emisi dan serapan yang belum detail disampaikan di sekolah atau
di kampus”,katanya. Harapannya tentunya para guru,mahasiswa dan pelajar
dapat menyampaikan lebih lanjut kepada teman dan anak didiknya.
Bervariasinya
pemahaman para peserta terhadap perubahan iklim dan penghitungan karbon
menyebabkan suasana diskusi semakin ramai dan meluas namun masih dalam
kontek yang sama. Beragam pertanyaan atau kritikan peserta terhadap
berbagai fenomena pemanfaataan SDA saat ini dilontarkan seperti maraknya
konversi lahan hutan menjadi tambang dan komitmen pemerintah dalam
pengelolaan lingkungan khususnya hutan. Dengan gayanya yang santai,
Bapak Dede Rohadi dapat mengarahkan beragam pertanyaaan. Begitu telaten
pula dengan para nara sumber dengan telaten menjawab
pertanyaan-pertanyaan peserta setelah menyampaikan paparan mengenai
“Peran Hutan dalam Mitigasi Perubahan Iklim, Penyedia Jasa Lingkungan,
Peran Hutan Kota, Mekanisme REDD+, Pengelolaan Sampah menjadi
Biofertilizer dan Penghitungan Emisi GRK Kehutanan”.
Dalam
alih teknologi dimaksud, puspijak juga membagikan publikasi berupa buku
dalam bentuk CD yaitu Booklet Cadangan Karbon dan Teknik Pengukuran
Karbon; REDD+ dan Forest Governanve; Social Forestry; Strategi REDD
Prepareness dan Policy Brief tahun 2010 dan 2011 serta jurnal Penelitian
Sosek dan Kebijakan Kehutanan. Kepada para peserta yang ingin
memperoleh publikasi-publikasi Puspijak secara kontinu dipersilahkan
mengisi buku Mitra Puspijak dengan menuliskan alamat email. Alih
teknologi ditutup oleh Kepala Bidang Pengembangan Data dan Tindak Lanjut
Penelitian, Bapak Aulistyo A.siran yang menyampaikan terimakasih,
apresiasi dan rasa bangga kepada peserta yang sangat antusias. Dan
disampaikan bahwa acara alih teknologi ini juga merupakan feed back yang
bagus bagi Puspijak untuk mengetahui kebutuhan informasi dan hasil
penelitian oleh user khususnya para generasi muda.
|
Senin, 29 April 2013
Alih Teknologi Perhitungan Karbon Hutan: Peningkatan Pemahaman Pelajar, Guru, Mahasiswa dan Dosen akan Peran Penting Hutan Sebagai Penyerap dan Penyimpan Karbon. (Partisipasi Puspijak dalam HJB ke-530)
Pembangunan Hutan di Indonesia
Hutan Indonesia dikenal kaya dengan berbagai kehidupan liar dan beragam tipe ekosistem (mega-biodiversity)
serta mempunyai peran yang sangat penting sebagai sistem penyangga
kehidupan dunia. Potensi tersebut menjadi perhatian dunia karena
pentingnya hutan dilihat dari sisi sosial, ekonomi, dan lingkungan
hidup. Hutan Indonesia merupakan salah satu penggerak utama roda
perekonomian nasional, yang memberikan dampak positif antara lain
terhadap perolehan devisa, penyediaan lapangan kerja, mendorong
pengembangan wilayah, dan pertumbuhan ekonomi.
Sektor kehutanan di berbagai daerah saat ini menghadapi masalah yang sangat kompleks. Hal ini terjadi karena peruntukan lahan oleh masyarakat yang tidak sesuai serta kebijakan kehutanan yang tidak terstruktur. Kebijakan pemerintah saat ini lebih memprioritaskan keuntungan di bidang ekonomi, tanpa memperhatikan aspek sosial dan lingkungan (ekologi). Akibatnya, hutan Indonesia mengalami deforestasi (kerusakan hutan dan ekosistem), termasuk areal hutan lindung. Indonesia memiliki kawasan hutan lindung seluas 32,43 juta Ha dari total areal hutan di Indonesia seluas 130,85 Ha. Menurut catatan Departemen Kehutanan tahun 2006, terdapat 24,78 persen dari total luas hutan lindung atau 6,27 juta Ha areal hutan lindung rusak parah. Bahkan, di antara hutan lindung itu telah menjadi lahan budidaya non-kehutanan, seperti budidaya tanaman kopi, cokelat, cengkeh, dan lada yang diusahakan masyarakat di sekitar hutan lindung. Perubahan penggunaan lahan hutan lindung ini mengakibatkan terganggunya fungsi hutan lindung yang ditandai penurunan tingkat penutupan lahan hutan lindung, peningkatan laju erosi sehingga kualitas tanah menurun, dan bencana alam.
Pemahaman masyarakat tentang hutan dan kebijakan sistem pengelolaan yang diterapkan belum dapat berjalan optimal dan cenderung tidak terkendali, bahkan kebijakan pengurusan hutan masa lalu ternyata menyisakan banyak permasalahan, baik ekonomi, sosial maupun lingkungan. Pengelolaan hutan yang tidak berpihak kepada masyarakat berdampak pada pola pikir masyarakat yang merasa tidak memiliki, sehingga tidak merasa perlu untuk turut terlibat mengelola hutan.
Kebijakan Otonomi Daerah (Otoda) juga menimbulkan berbagai masalah, antara lain terjadi ketimpangan pembangunan hutan di berbagai daerah menimbulkan kesenjangan sosial masyarakat. Kondisi tersebut disebabkan antara lain karena masyarakat masih memandang hutan semata-mata sebagai sumber pendapatan, terjadinya benturan kepentingan dan konflik pemanfaatan sumberdaya. Penyebab utama adalah pemanfaatan kawasan yang melampaui daya dukung kawasan, maraknya pemanenan dan perdagangan hasil hutan ilegal (illegal logging) serta lemahnya penegakan hokum. Selain itu, kawasan hutan juga banyak digunakan untuk menanam tanaman semusim dengan tanaman yang tidak sesuai dengan peruntukannya.
Tata pemerintahan kehutanan merupakan titik awal bagi keterlibatan dan kerja sama pada setiap tema utama pembangunan : pembangunan pedesaan, pertumbuhan ekonomi, pengentasan kemiskinan, anti-korupsi, pendidikan, demokrasi, konflik, dan desentralisasi. Kebijakan kehutanan menyentuh isu dasar pengelolaan aset dan pilihan demokratis di hampir setiap wilayah kabupaten/kota di Indonesia yang menempati 70 % dari daratan Indonesia. Proses reformasi kebijakan kehutanan mengangkat isu nyata yang penting bagi ekonomi pedesaan dan rakyat miskin, membangun suara keterlibatan dan akuntabilitas, dan mempertemukan pemerintah dan masyarakat dalam membangun bersama praktek tata pemerintahan yang baik.
Peraturan perundangan Indonesia memiliki sasaran yang jelas untuk sector kehutanan : hasil ekonomi, distribusi keuntungan yang adil untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, perlindungan Daerah Aliran Sungai (DAS), dan konservasi. Sasaran-sasaran ini sejalan dengan kebijakan dunia pada pengelolaan hutan, yang dibangun berdasarkan tiga tujuan yang saling terkait : memanfaatkan potensi hutan untuk menurunkan kemiskinan, mengintegrasikan kehutanan pada pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, dan melindungi nilai global hutan. Untuk itu, sasaran tersebut harus sejalan dengan sistem pemerintahan yang ada saat ini.
Pengelolaan hutan mempunyai ruang lingkup yang luas. Hal yang perlu dilakukan terlebih dahulu yaitu : 1) menginventarisasi semua potensi yang dimiliki hutan Indonesia, termasuk jenis, jumlah, luas kawasan, daya dukung, batas-batas hutan lindung dan letak geografis; 2) perencanaan untuk memperbaiki lingkungan yang mengalami kerusakan, baik karena sebab alamiah maupun karena tindakan manusia; 3) perencanaan berdasarkan perkiraan dampak yang akan terjadi sebagai akibat pembangunan; 4) pengelolaan dilakukan secara rutin dan sesuai peruntukan, letak geografis, jenis, dan luasnya.
Pembangunan hutan ke depan memerlukan adanya perubahan orientasi pembangunan, dimana pengelolaan hutan ditujukan untuk pemulihan ekosistem sebagai sistem penyangga kehidupan dan mendukung kegiatan ekonomi jangka panjang. Selain itu, pelibatan masyarakat dalam pengelolaan hutan sangat penting dilakukan. Dalam pengelolaan hutan, masyarakat diupayakan terlibat langsung berdampingan dengan pemerintah sebagai mitra kerja dan pendamping masyarakat (Aktualisasi Kebijakan Kehutanan, 2005).
Peningkatan secara strategis pada tingkat keterlibatan dan kerjasama adalah suatu kemajuan secara alamiah yang dapat diakomodasikan dengan sumberdaya yang sudah diidentifikasi, dan diletakkan sebagai pondasi untuk keterlibatan dan kerjasama yang lebih dalam, sejalan dengan kemajuan yang diperoleh. Untuk memperluas ruang diskusi tentang isu tata guna lahan dan akses, terutama menyangkut pengentasan kemiskinan dan investasi usaha kecil serta diversifikasi, dilakukan upaya-upaya mitra donor dengan masyarakat madani. Dalam rangka memberikan kontribusi terhadap upaya-upaya tersebut diperlukan peningkatan dialog dan analisa kebijakan.
Upaya penanganan harus dilaksanakan secara sistematis, terstruktur, berkelanjutan dan lintas sektoral. Hal tersebut dilakukan mengingat manfaat yang diperoleh dari hutan yang dikelola secara lestari baik berupa barang, jasa, kayu, dan atau non kayu tidak hanya dirasakan oleh masyarakat setempat, tetapi juga oleh semua pihak, lokal, nasional bahkan global (dunia) (Aktualisasi Kebijakan Kehutanan, 2005). Agar dapat dijadikan pegangan bagi semua pihak, diperlukan arah penyelenggaraan pembangunan hutan dalam jangka panjang. Perumusannya yang melibatkan pihak terkait khususnya masyarakat.
Sektor kehutanan di berbagai daerah saat ini menghadapi masalah yang sangat kompleks. Hal ini terjadi karena peruntukan lahan oleh masyarakat yang tidak sesuai serta kebijakan kehutanan yang tidak terstruktur. Kebijakan pemerintah saat ini lebih memprioritaskan keuntungan di bidang ekonomi, tanpa memperhatikan aspek sosial dan lingkungan (ekologi). Akibatnya, hutan Indonesia mengalami deforestasi (kerusakan hutan dan ekosistem), termasuk areal hutan lindung. Indonesia memiliki kawasan hutan lindung seluas 32,43 juta Ha dari total areal hutan di Indonesia seluas 130,85 Ha. Menurut catatan Departemen Kehutanan tahun 2006, terdapat 24,78 persen dari total luas hutan lindung atau 6,27 juta Ha areal hutan lindung rusak parah. Bahkan, di antara hutan lindung itu telah menjadi lahan budidaya non-kehutanan, seperti budidaya tanaman kopi, cokelat, cengkeh, dan lada yang diusahakan masyarakat di sekitar hutan lindung. Perubahan penggunaan lahan hutan lindung ini mengakibatkan terganggunya fungsi hutan lindung yang ditandai penurunan tingkat penutupan lahan hutan lindung, peningkatan laju erosi sehingga kualitas tanah menurun, dan bencana alam.
Pemahaman masyarakat tentang hutan dan kebijakan sistem pengelolaan yang diterapkan belum dapat berjalan optimal dan cenderung tidak terkendali, bahkan kebijakan pengurusan hutan masa lalu ternyata menyisakan banyak permasalahan, baik ekonomi, sosial maupun lingkungan. Pengelolaan hutan yang tidak berpihak kepada masyarakat berdampak pada pola pikir masyarakat yang merasa tidak memiliki, sehingga tidak merasa perlu untuk turut terlibat mengelola hutan.
Kebijakan Otonomi Daerah (Otoda) juga menimbulkan berbagai masalah, antara lain terjadi ketimpangan pembangunan hutan di berbagai daerah menimbulkan kesenjangan sosial masyarakat. Kondisi tersebut disebabkan antara lain karena masyarakat masih memandang hutan semata-mata sebagai sumber pendapatan, terjadinya benturan kepentingan dan konflik pemanfaatan sumberdaya. Penyebab utama adalah pemanfaatan kawasan yang melampaui daya dukung kawasan, maraknya pemanenan dan perdagangan hasil hutan ilegal (illegal logging) serta lemahnya penegakan hokum. Selain itu, kawasan hutan juga banyak digunakan untuk menanam tanaman semusim dengan tanaman yang tidak sesuai dengan peruntukannya.
Tata pemerintahan kehutanan merupakan titik awal bagi keterlibatan dan kerja sama pada setiap tema utama pembangunan : pembangunan pedesaan, pertumbuhan ekonomi, pengentasan kemiskinan, anti-korupsi, pendidikan, demokrasi, konflik, dan desentralisasi. Kebijakan kehutanan menyentuh isu dasar pengelolaan aset dan pilihan demokratis di hampir setiap wilayah kabupaten/kota di Indonesia yang menempati 70 % dari daratan Indonesia. Proses reformasi kebijakan kehutanan mengangkat isu nyata yang penting bagi ekonomi pedesaan dan rakyat miskin, membangun suara keterlibatan dan akuntabilitas, dan mempertemukan pemerintah dan masyarakat dalam membangun bersama praktek tata pemerintahan yang baik.
Peraturan perundangan Indonesia memiliki sasaran yang jelas untuk sector kehutanan : hasil ekonomi, distribusi keuntungan yang adil untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, perlindungan Daerah Aliran Sungai (DAS), dan konservasi. Sasaran-sasaran ini sejalan dengan kebijakan dunia pada pengelolaan hutan, yang dibangun berdasarkan tiga tujuan yang saling terkait : memanfaatkan potensi hutan untuk menurunkan kemiskinan, mengintegrasikan kehutanan pada pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, dan melindungi nilai global hutan. Untuk itu, sasaran tersebut harus sejalan dengan sistem pemerintahan yang ada saat ini.
Pengelolaan hutan mempunyai ruang lingkup yang luas. Hal yang perlu dilakukan terlebih dahulu yaitu : 1) menginventarisasi semua potensi yang dimiliki hutan Indonesia, termasuk jenis, jumlah, luas kawasan, daya dukung, batas-batas hutan lindung dan letak geografis; 2) perencanaan untuk memperbaiki lingkungan yang mengalami kerusakan, baik karena sebab alamiah maupun karena tindakan manusia; 3) perencanaan berdasarkan perkiraan dampak yang akan terjadi sebagai akibat pembangunan; 4) pengelolaan dilakukan secara rutin dan sesuai peruntukan, letak geografis, jenis, dan luasnya.
Pembangunan hutan ke depan memerlukan adanya perubahan orientasi pembangunan, dimana pengelolaan hutan ditujukan untuk pemulihan ekosistem sebagai sistem penyangga kehidupan dan mendukung kegiatan ekonomi jangka panjang. Selain itu, pelibatan masyarakat dalam pengelolaan hutan sangat penting dilakukan. Dalam pengelolaan hutan, masyarakat diupayakan terlibat langsung berdampingan dengan pemerintah sebagai mitra kerja dan pendamping masyarakat (Aktualisasi Kebijakan Kehutanan, 2005).
Peningkatan secara strategis pada tingkat keterlibatan dan kerjasama adalah suatu kemajuan secara alamiah yang dapat diakomodasikan dengan sumberdaya yang sudah diidentifikasi, dan diletakkan sebagai pondasi untuk keterlibatan dan kerjasama yang lebih dalam, sejalan dengan kemajuan yang diperoleh. Untuk memperluas ruang diskusi tentang isu tata guna lahan dan akses, terutama menyangkut pengentasan kemiskinan dan investasi usaha kecil serta diversifikasi, dilakukan upaya-upaya mitra donor dengan masyarakat madani. Dalam rangka memberikan kontribusi terhadap upaya-upaya tersebut diperlukan peningkatan dialog dan analisa kebijakan.
Upaya penanganan harus dilaksanakan secara sistematis, terstruktur, berkelanjutan dan lintas sektoral. Hal tersebut dilakukan mengingat manfaat yang diperoleh dari hutan yang dikelola secara lestari baik berupa barang, jasa, kayu, dan atau non kayu tidak hanya dirasakan oleh masyarakat setempat, tetapi juga oleh semua pihak, lokal, nasional bahkan global (dunia) (Aktualisasi Kebijakan Kehutanan, 2005). Agar dapat dijadikan pegangan bagi semua pihak, diperlukan arah penyelenggaraan pembangunan hutan dalam jangka panjang. Perumusannya yang melibatkan pihak terkait khususnya masyarakat.
Daftar Flora Endemik Indonesia
Daftar flora endemik Indonesia ini merupakan lanjutan dari artikel daftar tumbuhan endemik Indonesia
yang telah saya tulis beberapa waktu yang lalu. Dalam daftar flora
endemik Indonesia kali ini berisi aneka aneka tumbuhan merupakan
tumbuhan asli Indonesia yang hanya bisa ditemukan di wilayah tertentu
sehingga flora ini tidak ditemukan di wilayah lain di luar Indonesia.
Pada artikel terdahulu telah saya daftar
68 spesies flora endemik dengan nama latin diawali huruf “A” hingga “M”.
Dan dalam daftar flora endemik indonesia ini saya sajikan 31 flora
endemik dengan nama latin diawali huruf “N” hingga “R”.
Dan jika ingin memahami lebih lanjut tentang arti spesies endemik silakan baca artikel berjudul Pengertian Spesies Asli, Endemik, dan Introduksi.
Dan inilah daftar nama flora endemik
Indonesia yang ditulis urut berdasarkan nama ilmiah (diawali huruf “N”
hingga “R”) yang dilengkapi dengan nama lokal, daerah persebaran (Range Description) dan status konservasi dalam IUCN Redlist.
-
Nepenthes adnata (kantong semar); Endemik Sumatera Barat dengan status IUCN Redlist Data Deficient.
-
Nepenthes aristolochioides (kantong semar); Endemik Sumatera dengan status IUCN Redlist Critically Endangered.
-
Nepenthes bongso (kantong semar); Endemik Sumatera dengan status IUCN Redlist Vulnerable.
-
Nepenthes diatas (kantong semar); Endemik Sumatera dengan status IUCN Redlist Lower Risk.
-
Nepenthes clipeata (kantong semar); Endemik Kalimantan Barat dengan status IUCN Redlist Critically Endangered.
-
Nepenthes dubia (kantong semar); Endemik Sumatera dengan status IUCN Redlist Critically Endangered.
-
Nepenthes eymae (kantong semar); Endemik Sulawesi dengan status IUCN Redlist Vulnerable.
-
Nepenthes inermis (kantong semar); Endemik Sumatera dengan status IUCN Redlist Vulnerable.
-
Nepenthes insignis (kantong semar); Endemik Papuadengan status IUCN Redlist Vulnerable.
-
Nepenthes jamban (kantong semar); Endemik Sumatera.
-
Nepenthes klossii (kantong semar); Endemik Papua dengan status IUCN Redlist Vulnerable.
-
Nepenthes lavicola (kantong semar); Endemik Sumatera dengan status IUCN Redlist Critically Endangered.
-
Nepenthes mikei (kantong semar); Endemik Sumatera dengan status IUCN Redlist Vulnerable.
-
Nepenthes ovata (kantong semar); Endemik Sumatera dengan status IUCN Redlist Vulnerable.
-
Nepenthes papuana (kantong semar); Endemik Papua dengan status IUCN Redlist Data Deficient.
-
Nepenthes sumatrana(kantong semar); Endemik Sumatera dengan status IUCN Redlist Least Concern.
-
Nothaphoebe javanica (Kamfer); Endemik Ujung Kulon Banten dengan status IUCN Redlist Critically Endangered.
-
Parashorea aptera (sejenis meranti); Endemik Sumatera dengan status IUCN Redlist Critically Endangered.
-
Pinanga crassipes (sejenis palem); Endemik Kalimantan.
-
Piper ornatum (Celebes Pepper / Sirih Merah); Endemik Sulawesi.
-
Pometia pinnata (Matoa); Endemik Papua.
-
Prunus adenopoda (Sejenis Persik); Endemik Jawa dengan status IUCN Redlist Endangered.
-
Rafflesia arnoldii (Rafflesiaatau Patma Raksasa); Endemik Sumatera.
-
Rafflesia borneensis (Rafflesia); Endemik Kalimantan.
-
Rafflesia cilliata (Rafflesia); Endemik Kalimantan Timur.
-
Rafflesia horsfilldii (Rafflesia); Endemik Jawa.
-
Rafflesia micropylora (Rafflesia); Endemik Sumatera.
-
Rafflesia rochussenii (Rafflesia); Endemik Jawa.
-
Rafflesia patma (Rafflesia Patma); Endemik Jawa Tengah dan Jawa Barat.
-
Rhododendron album (Sejenis bunga yang tumbuh di puncak gunung); Endemik Jawa dengan status IUCN Redlist Vulnerable.
-
Rhododendron wilhelminae (Sejenis bunga yang tumbuh di puncak gunung); Endemik Jawa Barat dengan status IUCN Redlist Critically Endangered.
Daftar nama flora endemik Indonesia yang
dimulai huruf “N” hingga “R” ini sebenarnya lebih panjang lagi. Sebagai
contoh, untuk jenis kantong semar yang endemik pulau Sumatera saja tercatat sedikitnya ada 29 spesies. Dan kali ini hanya saya sertakan beberapa saja.
Dengan membaca daftar nama flora endemik
Indonesia yang hanya sebagian itu saja kita akan langsung mafhum betapa
tingginya tingkat keanekaragaman hayati yang dianugerahkan Allah kepada bangsa Indonesia. Tentunya menjadi kewajiban kita untuk melestarikan anugerah itu.
Spesies Primatan Beracun Ditemukan Di Kalimantan
Spesies baru kukang ini bernama Nycticebus kayan.
Spesies baru dari seekor kukang yang merupakan primata nokturnal kecil,
telah ditemukan oleh para ilmuwan di Kalimantan. Hewan kecil yang lucu
dan bergerak lambat ini memang banyak ditemukan di Indonesia, terutama
di daerah Sumatera dan Kalimantan.
Spesies baru kukang ini bernama Nycticebus kayan,
dan telah lama tidak diketahui keberadaannya karena gaya hidupnya yang
nokturnal atau aktif di malam hari. Uniknya, kukang spesies terbaru ini
memiliki gigitan yang beracun.
Penelitian terhadap hewan yang
aktif pada malam hari ini sangat sulit dilakukan, karena tampilannya
sangat mirip antara spesies yang satu dengan lainnya. Ini yang membuat
para ilmuwan sulit mendeteksi perbedaan antar spesies.
Penemuan
baru ini dilakukan oleh tim peneliti internasional yang dipimpin oleh
Profesor Anna Nekaris dari Oxford Brookes University dan Munds Rachel
dari University of Missouri di Columbia, Amerika Serikat, yang melakukan
survei kukang di hutan Kalimantan dan Filipina.
Penelitian ini
telah mengungkapkan sebenarnya ada empat jenis kukang dari Kalimantan
dan Filipina yang semua berbeda. Perbedaannya ini terlihat dari tanda di
kepalanya.
Awalnya spesies yang ditemukan termasuk dalam satu spesies, yaitu Nycticebus menagensis. Sementara dua spesies lainnya Nycticebus bancanus dan Nycticebus borneanus, termasuk ke dalam sub spesies Nycticebus menagensis.
Namun, akhirnya ditemukan bahwa spesies baru ini adalaha Nycticebus kayan.
"Khusus
di Kalimantan ada tiga spesies baru. Namun, ini menandakan bahwa
spesies baru itu akan terancam kepunahannya karena dampak perubahan
iklim dengan turunnya suhu beberapa derajat berdasarkan laporan dari
IUCN," kata Anna Nekaris, dilansir dari BBC.
Hewan primata ini memiliki gigitan beracun. Selain itu ia menghasilkan racun dari kelenjar yang berada di sikunya.
Dalam
memproduksi racun, hewan ini biasanya menjilati sikunya yang memiliki
racun dan mencampurnya dengan air liur kemudian digunakan untuk
menggigit pemangsa yang mengancam nyawanya, dan hewan yang mengganggu
anak-anaknya.
Meskipun racunnya berpotensi sangat fatal bagi
manusia, namun hewan yang memiliki penampilan lucu ini sering menjadi
target pemburu. Kukang ini laku dijual di perdagangan hewan untuk
dijadikan hewan peliharaan setelah mencabut giginya.
Untuk
mencegah kepunahan, banyak kelompok penyelamat hewan sering tidak
menggunakan pedoman yang tepat saat melepaskan hewan ini ke alam liar.
Pengalaman Pribadi Tentang Praktek Industri
Muhammad Ridha Madzhuri
Saat menjalani kegiatan Praktek Industri kemarin di PT. Ratah Timber kecamatan Long Hubung Base Camp Mamahak Teboq, banyak sekali pengalaman yang saya dapatkan dan sangat menarik, apalagi dalam kegiatan sehari-hari di lapangan maupun di kantor, kegiatan praktek yang tidak menegangkan dan menjalani dengan santai, namun kegiatan itu dilakukan dengan semangat, serta fasilitas yang lengkap dan dapat memenuhi kebutuhan para pekerjanya termasuk kami para siswa, meskipun jadwal dalam kegiatan di perusahaan sana pada waktu itu tidak sesuai jadwal perusahaan yang RKLnya belum berjalan, kami tetap mengisi kegiatan disana. Juga pengalaman sebagai ketua kelopok praktek disana bukanlah pekerjaan gampang, dengan sebagai penanggung jawab dari 4 anggota dan semua perlatan, dan serta koordinasi dengan para pembimbing lapangan, membuat saya memiliki pengalaman berkesan tentang bertanggung jawab.
Nisa Tajriqqa
Pada bulan Februari tahun 2013, Siswa SMK Kehutanan Samarinda angkatan 3 melakukan praktik di berbagai perusahaan industry di Pulau Kalimantan Timur. Saya dapat kesempatan untuk praktik di PT. ITCI HUTANI MANUGGAL-estate SEPAKU selama 2 minggu, setiap kelompok terdiri dari 10 anggota dan 1 orang ketua sebagai koordinator kelompok. Saat praktik selama 1 minggu pertama kami melakukan kegiatan Nursery ( persemaian ), selanjutnya kami melakukan kegiatan di lapangan berupa Planning. Di Nursery semua anak aktif dalam kegiatan, dapat dibuktikan dengan hasil yang kami peroleh, namun pada saat pencampuran media semua anak perlu menguras tenaga sebesar-besarnya karena kegiatan ini sangat meleahkan memerlukan tenaga otot. Sementara di kegiatan Planning, kami harus lebih exta untuk mengelurkan tenaga, kegiatan ini dilakukan di lapangan yang terbuka tanpa adanya tempat untuk berteduh, semuanya sangat gersang, panas, kering, dan menyedihkan. Tiap detik keringat kami selalu menetes, tapi banyak yang dapat kami ambil dalam pengalaman ini yaitu KEBERSAMAAN. Memang tragis, namun semuanya suka. :) :D :P
Saat menjalani kegiatan Praktek Industri kemarin di PT. Ratah Timber kecamatan Long Hubung Base Camp Mamahak Teboq, banyak sekali pengalaman yang saya dapatkan dan sangat menarik, apalagi dalam kegiatan sehari-hari di lapangan maupun di kantor, kegiatan praktek yang tidak menegangkan dan menjalani dengan santai, namun kegiatan itu dilakukan dengan semangat, serta fasilitas yang lengkap dan dapat memenuhi kebutuhan para pekerjanya termasuk kami para siswa, meskipun jadwal dalam kegiatan di perusahaan sana pada waktu itu tidak sesuai jadwal perusahaan yang RKLnya belum berjalan, kami tetap mengisi kegiatan disana. Juga pengalaman sebagai ketua kelopok praktek disana bukanlah pekerjaan gampang, dengan sebagai penanggung jawab dari 4 anggota dan semua perlatan, dan serta koordinasi dengan para pembimbing lapangan, membuat saya memiliki pengalaman berkesan tentang bertanggung jawab.
Nisa Tajriqqa
Pada bulan Februari tahun 2013, Siswa SMK Kehutanan Samarinda angkatan 3 melakukan praktik di berbagai perusahaan industry di Pulau Kalimantan Timur. Saya dapat kesempatan untuk praktik di PT. ITCI HUTANI MANUGGAL-estate SEPAKU selama 2 minggu, setiap kelompok terdiri dari 10 anggota dan 1 orang ketua sebagai koordinator kelompok. Saat praktik selama 1 minggu pertama kami melakukan kegiatan Nursery ( persemaian ), selanjutnya kami melakukan kegiatan di lapangan berupa Planning. Di Nursery semua anak aktif dalam kegiatan, dapat dibuktikan dengan hasil yang kami peroleh, namun pada saat pencampuran media semua anak perlu menguras tenaga sebesar-besarnya karena kegiatan ini sangat meleahkan memerlukan tenaga otot. Sementara di kegiatan Planning, kami harus lebih exta untuk mengelurkan tenaga, kegiatan ini dilakukan di lapangan yang terbuka tanpa adanya tempat untuk berteduh, semuanya sangat gersang, panas, kering, dan menyedihkan. Tiap detik keringat kami selalu menetes, tapi banyak yang dapat kami ambil dalam pengalaman ini yaitu KEBERSAMAAN. Memang tragis, namun semuanya suka. :) :D :P
Minggu, 28 April 2013
Peraturan Terbaru Menteri Kehutanan Tahun 2013
Peraturan Menteri Kehutanan No.: P.2/Menhut-II/2013 Tanggal 15 Januari
2013 Perubahan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.44/Menhut-II/2009
Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Sekolah Menengah Kejuruan Kehutanan;
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.3/Menhut-II/2013 Tanggal 15 Januari
2013 Tentang Perubahan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor
6173/KPTS-II/2002 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Balai Pendidikan dan
Pelatihan Kehutanan;
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.4/Menhut-II/2013 Tanggal 17 Januari
2013 Tentang Perubahan Kedua Keputusan Menteri Kehutanan Nomor
Sk.256/Menhut-II/2004 Tentang Tata Cara Dan Persyaratan
Pelepasan/Penjualan Saham Badan Usaha Milik Negara Pada Perusahaan Hutan
Tanaman Industri Patungan;
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.5/Menhut-II/2013 Tanggal 17Januari
2013 Tentang Pedoman Kehadiran Pegawai Negeri Sipil Di Lingkungan
Kementerian Kehutanan;
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.6/Menhut-II/2013 Tanggal 18 Januari
2013 Tentang Pedoman Penyusunan Dan Penilaian Sasaran Kerja Pegawai
Negeri Sipil Kementerian Kehutanan;
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.7/Menhut-II/2013 Tanggal 28 Januari
2013 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor
P.45/Menhut-II/2010 Tentang Petunjuk Teknis Pengadaan, Pendaftaran,
Penetapan Status, Penghunian, Pengalihan Status Dan Pengalihan Hak Atas
Rumah Negara Lingkup Kementerian Kehutanan;
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.8/Menhut-II/2013 Tanggal 28 Januari
2013 Tentang Pedoman Umum Pengembangan Perhutanan Masyarakat Pedesaan
Berbasis Konservasi
P.9/Menhut-II/2013 Tanggal 28 Januari 2013 Tentang Tata Cara
Pelaksanaan, Kegiatan Pendukung Dan Pemberian Insentif Kegiatan
Rehabilitasi Hutan Dan Lahan;
Langganan:
Postingan (Atom)